Cerita Untuk Papua : HAK UNTUK MERDEKA (Bgn. 1)
Ilustrasi - Percakapan (google) |
Hak Untuk Merdeka adalah sebuah narasi bersambung.
Bercerita tentang seorang Dalton, remaja Papua yang dibesarkan oleh asuhan ibu
bumi Papua. Mandi dan meminum di air yang dihasilkan oleh tanah Papua. Bermain
dengan gembira, menari telanjang diselimuti gelak-tawa anak-anak rimba Papua.
Dan yang terpenting, narasi ini pun tak sekedar bercerita romantisme keriangan
masa kanak-kanak.
Dalton adalah anak zaman, yang diasuh pula oleh kekejian
tentara kolonial Indonesia. Dalton memahami tentang bagaimana memerdekakan
dirinya, memberi sumbangan terhadap kemerdekaan rakyatnya, Papua.
Meskipun kata dan makna kemerdekaan itu tak pernah diajarkan
di sekolahan kolonial, Dalton akan menulis dalam kamusnya sendiri:
K.E.M.E.R.D.E.K.A.A.N
Kemerdekaan bangsa-bangsa tertindas dan penghapusan secara
riil penindasan nasional akan membawa kita pada fusi bangsa-bangsa, dan
kriteria politik dari kemungkinan ini ada pada kebebasan untuk memisahkan diri
(dari politik aneksasi)—Lenin
[ Che Gove ]
Nama saya Dalton, saya remaja Papua yang so hidup
sejak kecil di tanah kasuari. Saya cinta bumi dan rakyat Papua. Kamu orang
bagaimana? Sejak kecil saya soterbiasa dengar bunyi-bunyi senjata. Bunyi
senjata tentara deng bunyi senjata orang-orang Papua. Saya kira
mereka lagi main-main perang padahal dorangsaling membunuh. Saya tanya ke
Bapak:
“Kenapa torang baku bunuh?
Padahal torang punya satu presiden, satu bendera, bukan
kah torang basudara?”
Saya pung bapak jawab:
“Torang bukang basudara deng tentara-tentara Indonesia,
torang pung bendera bintang kejora bukan merah putih, torang orang-Papua bukan
bangsa Indonesia.”
Sejak saat itu jiwa saya so mulai menaruh
curiga deng NKRI, saya juga so mulai malas ikut upacara
bendera di sekolah, saya so mulai semakin penasaran kenapa lima tahun
lalu saya pung kaka harus mati, tapi saya belum puas deng jawaban
Bapak. Setelah bacarita deng Bapak, saya langsung
ambil jubi-jubi (panah) pergi berburu
Rusa deng teman-teman.
Rasa penasaran membimbing saya untuk mencari alasan kenapa
sodara-sodara saya berani melawan tentara-tentara Indonesia. Saya mulai
bertanya-tanya ke kaka-kaka saya, ke Ibu Guru sejarah yang ada di
sekolah.
Suatu waktu saya bertanya ke Ibu Guru: “Kenapa
Indonesia so merdeka dari Belanda deng Jepang tapi di tanah
Papua masih ada peperangan?”
Ibu guru diam dan mengalihkan pembicaran ke hal lain.
Ibu guru balik bertanya ke saya:
“Kenapa kamu so mulai terlambat datang ikut
upacara?”
Saya jawab:
“Karena saya tidak mau hormat merah putih,”
Ibu guru balas:
“Kalau bagitu tidak usah sekolah”
Saya bilang ke ibu guru:
“Saya so tidak cinta merah putih tapi saya cinta
ilmu pengetahuan karena itu saya tetap sekolah”. Ibu guru marah-marah saya
dan kasi saya hukuman nyanyi “Dari Sabang Sampe Merauke”. Saya pun
tampil ke depan, tapi saya so punya lirik sendiri,
saya so tukar lirik lagu “Dari Sabang Tidak Sampe Merauke”, gara-gara
lirik itu ibu guru muka merah lalu minta saya duduk kembali sebelum lagu
selesai. “Akh, saya tidak peduli”, ucap Dalton.
Seperti biasa, setelah pulang dari sekolah,
saya deng teman-teman pergi berburu Rusa di hutan. Di perjalanan,
kebetulan ketemu dengan seorang mahasiswa yang baru pulang dari tanah rantau,
kami saling kenalan. Wah, padahal dia anak kampong tetangga
yang so hidup sepuluh tahun di tanah Jawa.
Dia pung nama kaka Alex. Kebetulan karena dia pake baju
bintang kejora saya langsung tanya ke dia:
“Kaka Alex tahu apa alasan orang
Papua deng tentara Indonesia baku tembak?”.
Wah, nanti saja setelah pulang dari
berburu kaka Alex kasi tahu. Oke kaka Alex jawab
saya. Saya deng teman-teman pun langsung menyelam ke dalam hutan
rimba Papua sampai matahari tutup mata (sore).
Saya so mandi bersih-bersih badan. Sekarang
jam so pukul 7 malam, saya langsung pake
jaket bajalang ke kampong tetangga. Saya mo jumpa
kaka Alex. Karena saya so taksir akan lama perjumpaan malam ini, maka
saya langsung minta mama pung uang untuk beli kopi 2 bungkus.
Bersyukur, saya pung mama sangat baik jadi saya dapat uang bonus 2
bungkus. “Terimakasih mama, Dalton sayang mama.”
Saya so sampe di kampung kaka Alex.
Kebutulan dari luar saya lihat kaka Alex sedang baca-baca buku di
ruang tamu, maka saya langsung masuk ke dia pungrumah.
“Selamat malam kaka Alex”.
Kaka Alex sahut: “Malam, eh Dalton mari masuk, silahkan
duduk. Bagaimana hasil buruan tadi?”
Dalton: “Cuma dapat setengah ekor kaka.”
Kaka Alex: “Kenapa bisa?”
Dalton: “Setengah ekor untuk
saya deng teman-teman, setengah ekornya lagi anjing bawa lari”.
Kaka Alex: “Hahaha”.
Saya deng kaka Alex baku balas tertawa.
Kaka Alex mulai serius bertanya ke saya.
“Kenapa ko datang tamu malam-malam bagini?”
Saya mulai carita soal awal rasa penasaran saya yang muncul
karena jawaban bapak deng ibu guru yang kurang memuaskan hati.
Setelah menjelaskan, saya langsung bertanya ke kaka Alex.
“Kaka, kenapa tentara-tentara
Indonesia dorang tembak pa torang orang
Papua, torang salah apa Kaka?”
Sepertinya berat pertanyaan saya ke kaka Alex, yang
menganggap saya masih anak-anak. Iya, memang benar saya masih kelas 2 SMP. Tapi
saya pengen tahu. Sambil makan pinang, kaka Alex jawab dengan
pertanyaan baru.
“Apakah menurut Dalton kitorang orang Papua satu
bangsa deng tentara, satu kepentingan dengan tentara dan pemerintah
Indonesia saat lalu dan saat ini?”
“Saya tidak tahu kaka Alex. Tapi sebelum jawab, kira-kira
buku yang kaka Alex baca itu bahas tentang apa eee?” Jawab Dalton.
Sambil menatap sampul bukunya, Kaka Alex menjawab:
“Perjuangan kemerdekaan rakyat Timor Leste. Di sini ada
salah satu tokoh revolusi, dia pung nama Lenin.”
Dibuka bukunya, Kaka Alex bicara: “Lenin bilang bagini”
“Kemerdekaan bangsa-bangsa tertindas dan penghapusan secara
riil penindasan nasional akan membawa kita pada fusi bangsa-bangsa, dan
kriteria politik dari kemungkinan ini ada pada kebebasan untuk memisahkan
diri”.
Setelah selesai dibaca, Dalton langsung bertanya:
“Lenin itu siapa?”
Kaka Alex jawab: “Dia itu pemimpin revolusi Rusia.
Dia so biking kemerdekaan di dunia untuk 210 juta jiwa atau 7,5%
dari samua orang yang hidop di atas bumi yang
dia pe luas 22,4 juta kilometer persegi atau 16,6%.
Dia so berhasil kasepatah ancor kekuasaan raja di
Rusai tahun 1917. Dalton, tidak ada di dunia ini yang tidak mungkin kalau samua
kekuatan rakyat Papua bersatu kase bebas kitorangpung tanah
air dari pemerintah Indonesia. Kitorang pasti bisa pukul mundur
musuh-musuh meskipun tentara deng Brimob.”
Sambil lihat ke langit-langit atap seng, Alex tarik dia pung
napas dalam-dalam.
Kaka Alex: “Dalton, lebe bae
sebelum kitorang bicara Rusia, hal penting yang
harus kitorang belajar adalah soal
asal-usul kitorang pung nenek moyang.”
Dalton: Nah, dia pung sejarah
bagaimana Kaka Alex ?
Kaka Alex: Jadi bagini. Di tempo dulu itu
nenek moyang kitorang datang pada waktu zaman es terakhir, sekitar
tahun 70.000 SM. Pada saat itu pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi,
NTT deng Maluku dong belum ada orang yang tinggal di sana. Saat so suhu turun sampe so dingin sekali kaya es
batu, aer laut dia kaya kering, lebih rendah 100 meter kalau kitorang kase banding deng dia pepermukaan
saat ini. Pada saat itulah muncul pulau-pulau baru. Karena pulau-pulau itu
lah bikin gampang binatang-bintang termasuk manusia-manusia tempo
dulu bajalang dari Asia ke Osenia, termasuk nenek
moyang kitorang. Nenek
moyang kitorang dorang pindah ka timur sampe ka Papua,
terus dorang pindah lagi ke benua Australia yang dulu itu dia satu
pulau deng kitorang pung pulau. Kalau di buku sejarah di
sekolah dorang bilang kitorang ini adalah bangsa
Melanesoid yang biking peradaban paleolitikum atau jaman batu tumpul.
Pada saat so maso di masa es malele (mencair) air laut naik
lagi kira-kira tahun 5000 SM, sehingga biking pulau
Papua deng pulau Australia tapisah jauh
seperti kitorang lihat sekarang ini. Kalau tidak salah pada saat itu
jumlah manusia masih 250.000 tapi pas masuk di tahun 500 SM dia so naik
jadi 500.000 manusia.
Dalton: “Berarti nenek moyang kitorang itu dari
tempat lain Kaka Alex?”
Kaka Alex jawab: “Bisa jadi bagitu, tapi semuanya
harus kitorang cari tahu dengan membaca hasil-hasil penelitian
terbaru. Dalton jangan malas-malas baca buku eee!”
Dalton: “Lalu apa hubungannya dengan tentara-tentara
itu Kaka Alex?”
Kaka Alex: “Dalton tahu Freeport ka tidak?”
Dalton: “Tahu Kaka. Itu perusahaan emas terbesar di
Indonesia bahkan termasuk di dunia milik orang Amerika itu, toh.”
Kaka Alex: “Nah itu dia sudah Dalton. Coba Dalton bandingkan
Freeport pepenghasilan deng hidop kitorang di sini yang
sangat jauh sekali dari kesejahteraan. Padahal Freeport di tanah
Papua pung pendapatan lebih besar dari Freeport yang ada di Amerika
Utara. Di Amerika Utara itu keuntungannya 4,8 miliar dollar, di Amerika Selatan
cuma 3,8 miliar dollar dan di Eropa yang hanya 1,89 miliar dollar.”
Dalton: “Kalau di Papua, Freeport pung pendapatan
berapa?”
Kaka Alex: “5,9 miliar dollar, Dalton. Tapi coba ade
Dalton lihat tong pepembangunan deng tong pe sumber daya manusia
jauh terbelakang. Tong pepropinsi paling miskin di Indonesia.”
Dalton: “Saya seperti mo manangis tapi tidak
bisa kaka, saya sedih dengar carita bagitu. Kaka boleh saya tanya
lagi soal Lenin?”
Kaka Alex: “Oh, silahkan, mau tanya apa?”
Dalton: “Lenin itu dia bela sapa Kaka, dia bela
pemerintah Indonesia atau kitorangorang Papua?”
Kaka Alex: Lenin dia bela bangsa yang terjajah
seperti kitorang, tapi bukan berarti Lenin tidak bela Indonesia karena di
Indonesia tidak semua orang jahat-jahat. Selama sepuluh
tahun Kaka hidup di tanah Jawa banyak hal
yang Kaka pelajari. Di sana masih banyak kemiskinan, masih banyak
juga remaja yang tidak bisa lanjut sekolah, masih ada nenek-nenek tidur di atas
trotoar, pokonya masih banyak seperti yang ada di Papua di sini. Di sana juga
masih terjadi penggusuran petani-petani pung tanah di desa, kadang
tentara-tentara tembak pa dorang sampe masuk rumah sakit, ada
yang sampe mati.”
Dalton: “Berarti Lenin itu orang baik-baik kaka e.”
Kaka Alex: “Jadi kitorang harus pandai memilih
dan memilah kitorang pung musuh dan teman. Tapi Dalton sendiri
setuju ka tidak Papua merdeka dari pemerintah Indoneisa?”
Dalton: “Setuju sekali Kaka,
saya so dapa ilmu banyak dari Kaka Alex.”
Kaka Alex: “Nah, jadi tidak semua orang Indonesia
itu kitorang pung musuh, petani deng mahasiswa yang
membela kitorang itulah kitorang pung teman-teman
perjuangan di Indoneisa. Bukan cuma petani deng mahasiswa, ada juga
dari teman-teman buruh. Bersyukur dorang orang baik sekali. Tapi
tidak juga semua orang Papua itu mendukung kitorang pung gerakan
kemerdekaan ini, misal gubernur, bupati deng lain-lain. Jadi
pokoknya kitorang musti hati-hati
berkawan deng orang-orang kitorang juga.”
Dalton: “Oh, jadi saya so tambah
mengerti Kaka. Berarti kitorang pung musuh-musuh itu adalah
tentara, pemerintah Indonesia, Freeport deng pemerintah daerah toh.”
Kaka Alex: “Itu sudah. Selain itu kitorang juga
punya organisasi di tanah Jawa. Dia pung nama Aliansi Mahasiswa
Papua. Setiap tanggal 1 Desember, AMP turun aksi merayakan kemerdekaan Papua. 1
Desember kemarin teman-teman turun aksi di Jakarta
tapi dong dapa pukul dari polisi deng dapa angka ke
kantor.”
Dalton: “Barang kenapa kaka Alex?”
Kaka Alex: “Barang torang pe tuntutan mengenai hak
untuk merdeka dari jajahan Indonesia, dari kekerasan militer pemerintah
Indonesia karena itu AMP tuntut harus tarik militer dari tanah
Papua deng tambah lagi soal usir Freeport.”
Dalton: “Militer itu apa Kaka, terus apakah pemerintah
Indonesia akan usir Freeport?”
Kaka Alex: “Militer itu tentara
yang pung sejarah so banyak tembak
mati kitorangpung teman-teman, perkosa kitorang pung
sodara-sodara perempuan, dorang itu lebih jahat
dari suwanggi (setan) dan dorang punya
seragam loreng mirip warna tai sapi.”
“Hahaha”, Dalton tertawa sambil buka buku A Luta
Continua.
Ketika Kaka Alex melihat Dalton sedang
membuka-buka buku A luta Continua dia langsung membimbing Dalton.
Kaka Alex: “Dalam buku itu nasionalisme-sosialisme dong bilang
bagini”
“Yang sesuai dengan undang-undang adalah yang baik untuk
bangsa Jerman, yang tidak sesuai dengan undang-undang adalah yang merugikan
bangsa Jerman.”
Dalton: “Halaman berapa itu Kaka?”
Kaka Alex: “Coba Dalton buka di halaman 67.”
Dalton: “Lalu apa maksudnya itu?”
Kaka Alex: “Artinya, di mata
pemerintah deng tentara-tentara Indonesia, kitorang
pung gerakan ini adalah gerakan yang tidak menguntungkan
posisi dorang. Selain itu yang paling jahat lagi adalah mengenai
slogan dorang yang sempit, “rigt or wrong is my
country”, dia pung arti benar atau salah adalah saya pung
negara. Slogan ini dia pe maksud tidak
peduli kitorang benar, di mata dorang, torang yang
salah dan dorang yang benar karena torang dituduh
separatis. Tapi jangan kuatir Dalton, masih ada dua slogan di dalam buku
itu yang baik untuk kitorang pake.”
Dalton: “Apa itu Kaka?”
Kaka Alex: “Slogan pertama
dia pung bunyi freedom for Timor Leste and democracy for
Indonesia, dan slogan ke dua dia pung bunyi Liberta Patria,
Liberta Povo. Masing-masing dia pung arti kemerdekaan untuk
Timor Leste dan demokrasi untuk Indonesia dan membebaskan tanah air
adalah membebaskan rakyat. Jadi, slogan itu dia menceritakan soal situasi
politik Indonsia pada saat itu yang sangat tertutup di bawah penguasa Soeharto,
sehingga tamang-tamang dorang kaseangka soal slogan demokrasi di atas.
Dalton, kitorang memang harus banyak belajar dari teman-teman Timor
Leste.”
Dalton: “Siap Kaka. Kaka boleh saya baca satu
puisi sebelum kitorang lanjut diskusi?”
Kaka Alex: “Oh, boleh”.
Kemudian tangan Dalton perlahan-lahan membuka sehelai kertas
putih dari popoji(saku) celana dan membaca puisinya yang berjudul:
Yang
Baik Yang Berani Hidup
Ada lebih banyak mulut yang perlu diberi makan sekarang ini.
Ada lebih banyak lagu, lebih banyak puisi, lebih banyak
selebaran, lebih banyak edisi koran yang perlu dicetak segera.
Agar rakyat tahu mana yang satu dan mana yang musuh. Rakyat
mesti tahu, siapapun yang hidup di atas penumpukan kekayaan adalah musuh.
Tidak perlu berperasaan halus, satu-satunya manusia yang
baik adalah yang berani hidup, berani berjuang atau berperang melawan musuh.
Hidup besok harus memiliki martabat yang lebih baik daripada
sebelumnya.
Yakinlah, jiwa kebebasan dan kedisiplinan akan menang, suatu
saat tidak ada manusia yang dipanggil manusia lain “Tuan”, semua manusia
setara.
Kaka Alex: “Wow, Dalton, kau pung puisi bagus
sekali. Tapi ko dapat puisi itu darimana?”
Dalton: “Saya dikase lima bulan lalu
dari Kaka mahasiswa yang datang dari tanah Jawa, di Malang. Dia
bilang itu dia pung puisi yang dia bikin untuk
dia pung pacar waktu masih berjuang di masa mahasiswa.”
Kaka Alex:
“Dalton, Kaka so manganto (ngantuk),
besok kitorang lanjut lagi diskusi e”
Dalton: “Oke Kaka, kalau bagitu Dalton pulang
dulu e.”
Jam sudah pukul 3 subuh. Dalton pun bungkus
kepala pake kain lalu pamit pulang ke rumah.
“Selamat tidur dan MERDEKA Kaka”, sapa Dalton.
“Oke, MERDEKA, hati-hati di jalan Dalton”,
sambung Kaka Alex.
Bersambung…
======
Copyright@ Pembebasan.org
Tidak ada komentar:
Silahkan memberikan saran, kritik dan harapan yang membangun, terima kasih